A. SEJARAH
Pada 1999, terbentuk Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) di kelurahan Kalibening, kecamatan Tingkir, kota Salatiga, sebuah serikat bagi paguyuban-paguyuban petani yang ada di sana. Organisasi ini diketuai oleh Ahmad Bahruddin. Nama ‘Qaryah Thayyibah’ sendiri berarti ‘desa berdaya’, sebuah nama yang diusulkan oleh Raymond Toruan.
SPPQT ini bertujuan mewujudkan pemberdayaan masyarakat desa secara mandiri berbasis potensi lokal, sehingga menjadi desa yang berdaya. Konsep ‘Desa Berdaya’ ini selaras dengan cita-cita Soekarno; berdaulat (politik), berdikari (ekonomi), dan berkepribadian (kebudayaan).
Pada 2003, untuk melengkapi tiga indikator bagi desa berdaya tersebut, dibentuklah suatu komunitas belajar bagi anak-anak desa ini bernama Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT). Selain sebagai pelengkap indikator tersebut, komunitas belajar ini diharapkan berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.
Ketika anak sulung Bahruddin hendak masuk jenjang SMP, tepatnya di salah satu sekolah favorit dan ternama di Salatiga, ia terusik oleh kondisi sekitarnya. Ia melihat banyak tetangga-tetangga petaninya yang keberatan menyekolahkan anak-anak mereka sebab kendala biaya, baik itu biaya pendaftaran, uang masuk, SPP bulanan, hingga ongkos seragam dan buku-buku.
Maka ia pun bermusyawarah bersama para warga untuk menemukan solusi, yakni mendirikan sekolah alternatif sendiri. Ajakannya ini disambut baik oleh 12 orang dari 30 kepala keluarga yang saat itu berkumpul, mereka bersedia menyekolahkan anak-anaknya di SMP alternatif eksperimen ini. Dan Bahruddin juga memasukkan putranya ke sekolah percobaan ini.
Saat itu, sekolah ini bergabung dg SMPN 10 Salatiga program SMP Terbuka. Karena keinginan penerapan konsep pendidikan yang lebih memerdekakan, Satu setengah tahun kemudian (awal 2005), mengajukan ke Dinas Pendidikan Salatiga untuk gabung dengan Pendidikan Luar Sekolah, program Pendidikan Kesetaraan, yang ahirnya disetujui ketika memasuki tahun ke empat, sekaligus mendirikan lembaga ‘payung’-nya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Qaryah Thayyibah, hingga sekarang.
Lokasi yang digunakan sebagai kelas pada saat itu adalah rumah Bahruddin sendiri. Ada sembilan orang pendamping yang berperan sebagai teman belajar siswa. Meski dengan modal seadanya, proses belajar di sekolah ini bisa berlangsung dengan baik dan efektif. Gaya belajarnya juga dialogis dan menyenangkan dipraktekkan di sekolah ini dengan baik, dan tersedia internet (unlimited access) dg wireless network dari donatur Roy Budhianto (direktur ISP Indonet waktu itu) yang tertarik ide Bahruddin. Pada prakteknya, meski jam belajar formal sudah usai, anak-anak betah berlama-lama berada di sekolah bahkan hingga sore hari.
Buktinya, siswa-siswi KBQT mulai mencuat di lingkungan pendidikan Salatiga, bahkan nasional. Segudang prestasi berhasil disabet, baik akademik maupun non-akademik, kurikuler maupun non-kurikuler, meliputi bidang musik, teater, sastra, dan sebagainya. Para orang tua pun bangga terhadap sekolah ini, mereka bisa memperoleh banyak hal yang belum tentu bisa diperoleh di sekolah-sekolah berlogika “dagang”.
Seiring waktu, KBQT terus berkembang melalui dinamika gaya belajar dan perubahan kurikulum yang diterapkan. Hingga saat ini, KBQT masih konsisten mempraktekkan pendidikan pemerdekaan yang berwawasan kemandirian belajar dan apresiasi potensi.
B. PRINSIP BELAJAR
Sebagai suatu komunitas belajar, KBQT memiliki pandangan sendiri sebagai pijakan atau landasan dalam praktik pembelajaran. Ada empat prinsip sebagai poros gerak yang dipraktekkan dan ditawarkan KBQT;
Pertama, semangat pembebasan dan perbaikan. Hal ini mensyaratkan perilaku kritis, dinamis dan kreatif, tak sekedar dogmatis dan statis. Kedua, asas keberpihakan terhadap siapapun yang berhak memperoleh pendidikan, terutama warga miskin dan tak mampu. Ketiga, kegembiraan sebagai dasar metodologi dalam proses belajar. Hal ini mensyaratkan peran guru sebagai fasilitator dan sikap murid yang dibimbing agar partisipatif. Keempat, prinsip kebersamaan kolaboratif dan partisipasi semua pihak dalam merancang sistem, yakni pendamping (guru), pengelola sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat sekitar. Hal ini sangat penting agar terciptanya sistem sekolah yang membumi dan melek lingkungan.
Untuk menunjang empat prinsip ini, seluruh komponen harus bisa bersatu dan bersama-sama berperan. Komponen tersebut di antaranya; guru, murid, sarana penunjang, dan institusi sekolah. Pendamping dan pengelola sekolah harus beridealisme tinggi dan komitmen dalam pemihakannya terhadap lingkungan dan kaum lemah, serta mampu menganalisa kondisi sosial. Pendamping juga harus memahami metodologi pemikiran pendidikan kritis dan terbuka, dan meskipun sudah menguasai materi namun tetap menempatkan murid sebagai teman belajar.
Murid didampingi unuk memahami materi, bukan menghapal bulat-bulat. Materi belajar pun harus sesuai dengan kebutuhan, kontekstual dan mempergunakan lingkungan dan pengalaman sehari-hari sebagai media belajar. Kondisi kelas pun diupayakan sedemokratis mungkin, sanksi yang diberikan merupakan kesepakatan murid sendiri, begitu pula halnya dengan apresiasi terhadap murid yang berprestasi. Selain itu, pengukuran capaian murid tidak hanya melalui nilai nominal, tetapi lebih kepada apresiasi terhadap karya, inovasi kreatif, dan sikapnya.
Sarana penunjang yang menjadi prioritas adalah akses teknologi informasi, yakni jaringan internet yang menjadi perpustakaan besar bagi murid. Di samping itu juga pemanfaatan lingkungan sekitar sebagai ruang dan media belajar, semisal sawah atau lahan pertanian, industri rumahan, tambak, warung, perkebunan, dan banyak lokasi lainnya. Juga penting adanya Tokoh penggerak desa sebagai mediator antara pihak-pihak yang terkait dengan sekolah.
Institusi sekolah menjadikan lingkungan sosial dan alam sekitar sebagai laboratorium. Sehingga proses belajar pun akan menyesuaikan dengan kondisi sekitar, yakni dinamis, progresif, dan kreatif. Dengan kokohnya fungsi empat unsur ini, maka pendidikan alternatif pun bisa terlaksana secara optimal, demikianlah yang diupayakan oleh Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah.
Praktek pendidikan di KBQT terintegrasi dengan konteks kehidupan yang komprehensif. Terbukti dengan adanya penyelenggaraan program PKWU (Pendidikan Kecakapan Wirausaha Unggulan) bekerjasama dengan Ditjen PAUD dan DIKMAS, berupa pengembangan Integrated Farming System (IFS) yang secara utuh mengelola sumber daya agraria, serta mengintegrasikan sektor peternakan untuk ketersediaan pupuk organik dan kehutanan untuk konservasi lahan air (agro silvo pastoral).
Hal yang tak kalah penting di KBQT adalah pengembangan nalar kritis dan penumbuh-suburan kepekaan sosial. Ketika terjadi pengambil-alihan tanah bengkok milik desa yang berubah menjadi kelurahan oleh pemerintah kota Salatiga, anak-anak KBQT turut serta melakukan kajian advokatif. Mereka melakukan kajian dengan antara lain wawancara mendalam dengan para petani penggarap dan menuliskan laporan. Hasil kajian tersebut dimuat di majalah Veco, sebuah NGO internasional yang berkantor di Denpasar Bali. Juga menjadi salah satu unsur pertimbangan dalam pengambilan kebijakan oleh Lembaga Pembaruan Agraria Nasional (LPAN) yang dipimpin langsung presiden SBY. Hingga akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan surat edaran mengenai land reform bagi tanah bengkok eks-desa yang berubah menjadi kelurahan, bahwa tanah bengkok tersebut dapat menjadi obyek land reform, yang mana subyek land reform-nya adalah para petani miskin, petani penggarap.
Dari lingkungan KBQT pula, terlahir buku panduan penyelenggaraan PAUD komunitas berbasis desa. Karya ini diterbitkan olek Kementerian Desa pada tahun 2016. Berupa dua judul panduan, yakni Panduan Penyelenggaraan PAUD Desa, dan Panduan Pengasuhan Anak Dini Usia. Buku "PAUD Komunitas berbasis Desa", yang oleh Dirjen Harris Iskandar disebut dengan "PAUD nDeso" ini, disusun oleh para pegiat pendidikan di Qaryah Thayyibah, untuk dit Pelayanan Sosial Dasar (PSD) Ditjen PPMD Kemendesa yang waktu itu bertekad fasilitasi pendirian PAUD di sekitar 25 ribu desa se-Indonesia yang belum ada PAUD. Untuk itulah pengantar buku ini disamping oleh Bu Ella Yulaelawati (waktu itu direktur dit Pembinaan PAUD), juga Hanibal Hamidi (waktu itu direktur dit PSD ditjen PPMD Kemendesa). Dirjen Harris sendiri sangat mendukung gerakan ini.
Ketika kunjungan Presiden Joko Widodo ke Qaryah Thayyibah, sempat disampaikan, bahkan dipresentasikan secara khusus, dan diklaim, bahwa konsep PAUD "nDeso" yg community based ini akan sangat efektif mencerdaskan sekaligus memberdayakan warga komunitas karena sekaligus membangun kesadaran bersama bagi para orang tua untuk bergotong-royong berproduksi mengelola sumber daya desa. Pilihan modelnya ke PAUD HI (Holistik Integratif) atau pak Harris sendiri yg suka berkelakar dg PAUD "Haris Iskandar", dan utamanya POSPAUD (integrasi PAUD dan POSYANDU) yang masuk di nomenklatur Satuan PAUD Sejenis (SPS). Sesama orang tua (hususnya ibu) lebih2 para kader Posyandu juga hrs belajar (musyawarah) bersama bagaimana mempertahankan, memberdayakan, serta memuliakan kehidupan dan tidak lagi memasrahkan bongkokan anak pada "sekolah" PAUD.
File buku tersebut bisa diunduh di tautan ini;
C. PRAKTIK BELAJAR
Pendidikan di KBQT setara jenjang SMP dan SMA dengan status sebagai Pendidikan Kesetraan (Paket B dan C). Sekolah ini betul-betul berupaya mewujudkan apa yang menjadi prinsip-prinsip dasarnya, yakni semangat pembebasan, kritis dialogis, kegembiraan, fasilitatif-partisipatif, apresiatif dan kontekstual.
KBQT menerapkan sistem kelas kecil. Satu kelas diisi maksimal hingga 12-an orang, tergantung kondisi. Setiap kelas bebas menentukan namanya masing-masing, semisal Kreative Kids, Paradise of Full color, Oryza Sativa, Elektrokardiograf, Hikari, lascar Miracle dan sebagainya. Mereka juga bebas bersepakat tentang aturan main di dalam kelas, mulai dari jam belajar, jadwal pertemuan tiap harinya, hingga sanksi konstruktif bagi siapapun yang melanggar kesepakatan bersama.
Setiap kelas ditemani oleh seorang pendamping. Fungsi dari pendamping di KBQT tidak seperti guru sebagaimana di sekolah-sekolah pada umumnya. Jika di sekolah-sekolah formal pada umumnya guru menjadi sumber ilmu yang menuangkan secara terus-menerus kepada siswa, maka pendamping di KBQT sangat berbeda. Di sini, pendamping ‘hanya’ menemani siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan dan keterampilan masing-masing anak. Pendamping akan menemani proses belajar siswa, membantu mengarahkan passion siswa, mempersiapkan kreasi karya siswa, serta mengevaluasi (lebih tepatnya mengapresiasi) pencapaian siswa secara periodik.
Setiap siswa dipersilakan memilih subjek apa yang ingin dipelajari dan dikuasainya. Entah pengetahuan umum, sains, sosial, agama, seni, keterampilan, ketangkasan, apapun. Atas pilihannya itu, setiap siswa bertanggung jawab membuat target pencapaian, mencari sumber belajar, mempelajarinya, kemudian mempresentasikannya di hadapan teman sekelas, kemudian mengevaluasi hasilnya. Intinya, siswa hanya mempelajari materi-materi yang menjadi ketertarikannya, dan diupayakan agar bisa total menguasai bidang tersebut serta berkarya sesuai keahliannya.
Praktek pembelajaran merdeka semacam ini terbukti efektif. Puluhan Buku karya sastra anak sudah dipajang di University of Berkeley US. Salah satunya, buku berjudul ‘Taman Mimpi di Gubuk Pelangi’ yang secara husus diluncurkan oleh pak Menteri Pendidikan Muhadjir Effendi. Tak hanya literasi, anak-anak juga berkarya dalam bidang teknologi robotika.
Tidak ada busana seragam di KBQT yang dipasakan oleh sekolah, sebagaimana tidak ada jadwal serentak sebagaimana di sekolah-sekolah lain. Dalam sehari, satu kelas bisa hanya bertemu dua sampai tiga jam saja. Kesempatan itu digunakan untuk presentasi tentang materi yang sudah dipelajari secara mandiri, mendiskusikannya, serta merencanakan karya kreatif. Selepas shalat Dzuhur, siswa-siswi muslim berkumpul di serambi masjid untuk tadarus dan saling menasihati (berbagi), kegiatan ini disebut ‘Tawashi’. Sebulan sekali di KBQT ada Gelar Karya, yakni momen di mana siswa-siswi KBQT menampilkan karya-karya mereka, baik individual maupun berkelompok.
Setiap siswa di KBQT memiliki satu jilid buku dokumentasi pencapaian. Yakni tentang identitas pribadi, target akademis dan bakat, rencana karya, kolom progres karya, evaluasi hasil karya dan pencapaian. Semua kolom di dalam buku ini diisi oleh siswa secara mandiri. Adapun pendamping hanya menorehkan catatan-catatan penting di akhir setiap periode semester.
Lalu adakah ujian nasional di KBQT? Tema ini pernah diperdebatkan oleh siswa-siswi di sini. Ahmad Bahruddin yang waktu sebagai ‘kepala sekolah’ menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada anak-anak, apakah mau diadakan ujian nasional atau tidak. Ada yang sepakat, ada pula yang tidak. Akhirnya, mereka yang sepakat mengikuti ujian nasional diberi syarat oleh mereka yang tidak sepakat, yakni membuat karya tulis tentang ujian nasional. Terbukti, selesai ujian, anak-anak ini membuat satu buku berjudul ‘Lebih Asyik Tanpa UN’ yang diterbitkan luas, dan ringkasannya dimuat di harian Kompas. Ujian Nasional dan Ujian Semester di KBQT hanya menjadi semacam formalitas, kiriman soal dari Dinas Pendidikan tetap dikerjakan oleh siswa KBQT dengan nuansa yang asyik tanpa ketegangan apalagi pengawasan ketat.
Dalam urusan pembiayaan pun menggunakan proses musyawarah antar-siswa. Berapa yang dibutuhkan dalam pengelolaan sekolah, fasilitas pokok, kegiatan bersama, kegiatan kelas, siswa-siswilah yang menentukan nominalnya. Maka jumlahnya pun akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Dalam momen-momen tertentu yang berkaitan dengan desa dan lingkungan, anak-anak KBQT diikutsertakan untuk turut terlibat sebagai salah satu bentuk pembelajaran pengalaman.
D. AKSES:
Alamat: Jl. R. Mas Said No.12, Kalibening, Salatiga
Telepon: (0298) 311438
HP/WA: 085641357157
Email: qaryah.thayyibah@gmail.com
Telepon: (0298) 311438
HP/WA: 085641357157
Email: qaryah.thayyibah@gmail.com
Youtube: https://www.youtube.com/user/qaryahthayyibah
Website: www.kbqt.org
Website: www.kbqt.org
Hingga saat ini, sudah banyak lembaga pendidikan, organisasi, yayasan, maupun individu dari seluruh dunia yang berkunjung ke KBQT untuk ikut belajar dan menimba pengalaman. Untuk informasi lebih detail, termasuk praktik proses pembelajaran, manajemen sekolah, maupun serba-serbi pendaftaran, silakan rujuk langsung ke kontak di atas. []
17 Comments
Saya tertarik dengan konsep sekolah ini.
ReplyDeleteBagus,, !! "mari kita banhkikan pertanian nusantara
ReplyDeleteLuar biasa,,,
ReplyDeletekeren...
ReplyDeletekeren...
ReplyDeleteBagus...
ReplyDeleteTentu menyenangkan kalo bisa berpartisipasi dalam komunitas ini. Melihat senyum ceria di wajah anak2 usia sekolah. Membayangkan mereka bermain dg kata2, angka2, benda2 sekitar, berkawan dg alam. Ayem rasane. Meski tanpa seragam, tanpa kurikulum yang bikin tearsing, saya yakin anak2 itu bahagia hidup di dunianya sendiri. Senangnya....
ReplyDeletedi pekalongan juga sudah muncul mas sekolah berbasis alternatif, namanya komunitas sekolah alternatif
ReplyDeletehttps://www.facebook.com/komunitas.sa.1?ref=pymk&fref=pymk
bangga jadi warga salatiga, semoga dengan adanya sekolah ini dapat meluluskan generasi penerus bangsa yang berkualitas,
ReplyDeletemantap utk tmn2 KBQT
ReplyDeleteSemoga terus berkembang dan bisa menyebarkan semangat pendidikan yang 'membumi'
ReplyDeleteselalu jaya dan bernuansa KBQT
ReplyDeletekonsep..ok..tertarik jg..masalah..biaya gmn..
ReplyDeleteApakah di era pandemi ini KBQT juga pembelajarannya online? Anak dari luar kota bisa ikut belajar nggak?
ReplyDeletelembaga pendidikan yang luarrr biasaaa
ReplyDeleteanak-anak remaja yang dicita-citakan, gembira dan bahagia dalam belajar
ReplyDeleteInspiratif
ReplyDelete